Daging sebagai hasil proses biokimia dan biofisika daripada otot setelah ternak dipotong, merupakan media tumbuh yang baik bagi mikro organisme. Dengan demikian diperlukan penanganan yang serius untuk mencegah perbanyakan mikro organisme khususnya bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan/pembusukan daging dalam waktu yang sangat cepat
.
.
Beberapa teknik pengawetan yang sering digunakan dan diharapkan akan meningkatkan mutu dalam keempukan dan citarasa :
1. Penggunaan suhu rendah
Dinegara-negara industri, hampir semua bahan makanan asal hewan seperti daging dan ikan disimpan dengan menggunakan teknik suhu rendah yakni pendinginan dan pembekuan. Penggunaan teknik pendinginan dimana suhu sedikit diatas 0°C, memungkinkan bahan makanan dapat disimpan selama beberapa hari sampai beberapa minggu tergantung jenis makanan, suhu dan teknik penyimpanan. Pada teknik pembekuan dimana suhu dibawah 0°C, umumnya sekitar – 18°C, bahan makanan/daging dapat disimpan selama beberapa bulan, malahan daging dapat disimpan sampai beberapa tahun pada suhu – 30°C.
Dinegara-negara yang teknologinya masih rendah seperti di Indonesia dan khususnya ditingkat pedesaan dimana pemakaian suhu rendah masih menjadi kendala maka penggunaan teknologi sederhana dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia merupakan pilihan utama dalam penyimpanan bahan makanan asal ternak tersebut.
1.1. Pendinginan (refrigeration)
Pendinginan memungkinkan untuk menyimpan daging dalam waktu tertentu berkat aksinya dalam menghambat perkembangan bakteri tanpa membunuh bakteri. Oleh karena itu sangat penting diperhatikan bahwa suhu dingin sebaiknya secepat mungkin dioperasikan setelah ternak dipotong dan agar daging/karkas sekurang mungkin dicemari/terkontaminasi oleh bakteri selama proses pemotongan. Ini dimaksudkan untuk mendapatkan daging dengan kualitas higienis yang baik.
Pendinginan dimaksudkan pula untuk meningkatkan kualitas daging terutama keempukan dan citarasa yang terjadi selama proses penyimpanan karena adanya maturasi pada daging.
Seperti pula diketahui bahwa suhu karkas berkisar 35 – 37° C pada akhir proses pemotongan maka peranan pendinginan cukup penting didalam menurunkan suhu karkas tersebut agar dapat disimpan pada suhu sekitar 0 - +2° C. Pendinginan karkas dengan menggunakan suhu mendekati titik nol (0 – 5° C) pada suhu karkas masih tinggi , dimana pada saat itu karkas masih dalam kondisi pra rigor, dapat mengakibatkan kelainan mutu daging yang dikenal dengan nama cold shortening atau pengkerutan karena dingin. Pengkerutan akibat dingin menyebabkan otot memendek bisa mencapai 50 % dan daging menjadi keras dan kehilangan cukup cairan yang berarti selama pemasakan.
Pada tahap pertama, karkas didinginkan pada suhu dimana persentase pengkerutan paling minimal, berdasarkan penelitian Locker dan Hagyard (1963) untuk memperoleh pengekerutan minimal sebaiknya daging didinginkan pada suhu antara 14 – 19° C selama 24 jam pertama dimana pada saat tersebut rigor mortis telah terbentuk. Kecepatan terbentuknya rigor mortis sangat tergantung pada suhu dan kondisi ternak pada saat disembelih. Locker dan Daines (1975) memperlihatkan waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis pada otot Sternomandibularis pada suhu 37° C, 34° C, 24° C, dan 15° C, masing-masing secara berurutan 7 jam, 10 jam, 12 jam, dan 24 jam. Rigor mortis dapat pula terbentuk dalam waktu yang cepat pada ternak-ternak yang telah kekurangan atau kehabisan glikogen akibat habis terkuras karena perlakuan-perlakuan yang keras sebelum pemotongan dilakukan.
Cold shortening yang terjadi karena pendinginan yang cepat dengan suhu sangat rendah pada karkas terutama pada potongan-potongan karkas dan daging mengakibatkan kealotan yang berarti.
Karkas yang telah mengalami rigor mortis, kemudian disimpan pada kamar pendingin (+ 2° C) selama beberapa hari. Selama penyimpanan ini terjadi maturasi yakni proses transformasi kimia didalam otot dan memperlihatkan efek terhadap perbaikan keempukan daging secara progresif sampai tingkat optimal. Keadaan dimana daging menjadi matang, pada tingkat inilah daging sebaiknya dikonsumsi.
Untuk memperoleh tingkat maturasi yang baik, pada umumnya karkas sapi disimpan antara 10 – 15 hari pada suhu + 2° C sebelum daging tersebut di konsumsi. Untuk praktisnya, maturasi biasanya berlangsung selama 7 – 8 hari dengan alas an ekonomi. Hal mana tidaklah cukup dari segi teknisnya. Gambar 2, memperlihatkan evolusi keempukan daging berdasarkan lama penyimpanan pada suhu mendekati 2 C°.
1.2. Pembekuan (Freezing)
Pembekuan merupakan tahap selanjutnya dari penyimpanan daging setelah karkas melalui proses maturasi (aging) yang optimal dimana proses komplet rigor mortis telah terpenuhi. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya cold shortening dan thaw rigor pada saat daging dicairkan dari kristal es yang meliputinya sebelum dimasak.
Untuk pengawetan daging dengan menggunakan suhu sangat rendah, maka potongan – potongan karkas terlebih dahulu harus dikeluarkan tulang-tulangnya dan menghilangkan lemak dipermukaan karkas/daging, sehingga benar-benar daging yang dibekukan. Ini dimaksudkan selain untuk efisiensi tempat, juga dimaksudkan untuk menghindari peruabahan – perubahan yang dapat terjadi pada daging selama penyimpanan terutama lemak, pada suhu rendah masih dapat mengalami proses ketengikan.
Untuk mendapatkan hasil/kualitas yang baik selama pembekuan maka perlu diperhatikan hal-hal berikut :
- Penggunaan suhu pembekuan cepat (- 36° C) atau sangat cepat (- 40° C) pada karkas atau daging yang telah mengalami maturasi.
- Menyimpan daging beku pada suhu rendah (-18° C).
- Menghindari variasi suhu selama penyimpanan.
- Menghindari pembekuan atau thawing secara berturut-turut.
- Thawing dilakukan secara lambat pada suhu + 1° C.
Sumber : Bahan Ajar Teknologi Hasil Ternak. UNHAS, Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar